Aisha dan Autism - 1
My Life Vacation
November 02, 2017
0 Comments
Aisha, gadis kecilku tumbuh layaknya anak-anak lain. Ceria dan selalu membuat kejutan. Namun saat usianya menginjak 18 bulan, Aisha menunjukkan adanya delay dalam perkembangan. Setiap kali diajak berbicara, Aisha jarang sekali mau menirukan apa yang kami katakan, Aisha bahkan terlihat tak mengerti jika kami memberikan instruksi. Seringkali Ibu membandingkan perkembangan anak kawan Ibu yang umurnya hampir sama sudah dapat mengucapkan "papa, mama, Allah, nama hewan dan benda-benda", tetapi Aisha masih stagnan pada bahasa "bayi" nya. Aisha juga sejak berumur 9-10 bulan tidak pernah mau menoleh saat dipanggil namanya, ia seperti tidak tahu bahwa "Aisha" adalah namanya. Tak cuma itu, Aisha juga tak pernah menunjuk sesuatu dengan jarinya untuk menggambarkan ketertarikannya pada sesuatu. Selain itu, Aisha juga tak pernah perduli jika ditunjuki sesuatu seperti cicak, kucing, burung atau apa saja. Ia selalu melihat ke arah yang ia mau saja. Begitu pula saat diajak berjalan-jalan, Aisha selalu menuju arah yang ia mau, tidak mau diarahkan ke sana atau ke sini, ia suka berjalan ke arah yang menjauhi rumah, keluar komplek perumahan menuju perumahan sebelah dan sebelahnya lagi, tak jarang Aisha menuju sawah dan kebun-kebun dan berjalan terus menerus, tanpa mau kembali atau dihentikan. Kalau Bapak/ Ibu sudah lelah mengikuti kemana Aisha pergi, biasanya Aisha akan digendong pulang meski dengan meronta-ronta.
Aisha suka berjalan jinjit, mengumpulkan benda-benda dengan warna dan bentuk yang sama, tak kenal takut dan bahaya dan juga tak mengenal bahwa kotor itu menjijikkan. Suatu waktu, Aisha suka semua benda berbentuk lingkaran dan segi enam. Aisha selalu membawa balok kayu geo pasaknya yang berbentuk lingkaran dan segi enam dan keduanya selalu berwarna sama, merah semua, atau hijau semua, atau kuning semua. Selain balok kayunya, Aisha juga punya puzzle knob berbentuk lingkaran dan segi enam yang sudah sering dibawanya kemana-mana, sehingga kedua bentuk ini lebih lecek daripada bentuk-bentuk lain. Di lain waktu, Aisha suka sekali warna ungu dan pink, jika melihat benda dengan kedua warna ini maka ia akan membawanya kemana-mana di kedua tangannya. Tangannya seolah ingin sibuk menggenggam sesuatu. Sampai saat ini, kedua warna itu masih menjadi favorit Aisha, jika melihat benda dengan warna pink dan ungu ia akan sangat tertarik dan membawanya kemana-mana.
Saat Usia Aisha menginjak 2 tahun, Aisha belum mengucapkan satu kata berarti pun. Ia biasa mengatakan "bapa papa mama mimi" tapi artinya bukan Bapak, Mama, makan ataupun minum. Semua hal yang ingin ia maksudkan selalu berbunyi sama. Memanggil Ibu juga papapa, memanggil Bapak juga sama. Mungkin memang hanya itu yang bisa ia ucapkan. Selain dalam hal bicara, Aisha juga seperti tak bisa memahami kata-kata orang lain dan tidak mau bertatapan mata. Karena perilaku-perilaku Aisha yang makin aneh dari hari ke hari, Ibu memutuskan membawa Aisha ke dokter tumbuh kembang.
Aisha diobservasi oleh dokter tumbuh kembang, saat di ruang dokter, Aisha sibuk mengambil bola-bola di keranjang dan menjajarkannya di tempat tidur pasien. Ketika dipanggil oleh bu dokter, Aisha cuek saja, padahal saat dibunyikan lonceng di telinganya, Aisha menoleh, artinya ia tidak ada masalah pendengaran. Dan saat itu, Ibu juga baru sadar, kalau Aisha selama ini tidak pernah main pretend play, saat bu dokter mengajaknya menyuapi boneka, Aisha menolak malah boneka dan sendoknya dibuang. Ternyata pretend play merupakan salah satu tahapan perkembangan yang seharusnya dilewati anak-anak normal seperti pura-pura menggendong boneka, menyuapi boneka, bermain mobil-mobilan dan bermain peran lain. Aisha sama sekali tak pernah bermain pura-pura meski punya beberapa boneka di rumah. Padahal anak seorang teman yang usianya baru 1 tahun saja sudah minta gendong-gendong bonekanya. Aisha pun sama sekali tak mau mengikuti instruksi. Namun saat Aisha diminta menyusun balok kayu, Ia mampu menyusunnya tinggi sampai seluruh balok yang ada habis ia tumpuk.
Dokter pun memberitahu kami bahwa Aisha memiliki beberapa perilaku autistik, dan kemudian mendiagnosanya dengan Autism Spectrum Disorder (ASD). Sebetulnya Ibu sudah tidak terlalu kaget akan diagnosa ini karena telah lama mencari referensi akan sikap-sikap Aisha yang selama ini muncul dan memang mengarah ke sana. Namun, tetap saja dalam benak ini muncul banyak sekali pertanyaan dan kegelisahan.
Saat sesi konsultasi dengan dokter hampir selesai, Aisha tiba-tiba mendekat pada kami dan menatap bu dokter cukup lama, lalu karena hal ini bu dokter menurunkan indikasi Aisha dari Autism ke Gangguan Bahasa Ekspresif, karena Aisha mau menatap matanya bahkan lebih dari 5 detik. Umumnya anak autis tidak mampu bertatapan lebih dari 2 detik dan juga tidak mampu menyusun balok seperti yang Aisha lakukan tadi.
Dokter menyarankan Aisha mengikuti 2 macam terapi, yaitu terapi okupasi dan terapi wicara. Hari itu pula kami bertemu dengan terapis Okupasi Aisha. Terapis menjelaskan bahwa Aisha cukup aktif dan cenderung hiperaktif sehingga perlu terapi okupasi terlebih dahulu terus menerus sampai Aisha bisa duduk tenang karena terapi wicara hanya bisa efektif jika Aisha duduk tenang mendapatkan materi. Akhirnya sejak saat itu, Aisha rutin mengikuti terapi Okupasi, seminggu sebanyak 2 kali.
Aisha suka berjalan jinjit, mengumpulkan benda-benda dengan warna dan bentuk yang sama, tak kenal takut dan bahaya dan juga tak mengenal bahwa kotor itu menjijikkan. Suatu waktu, Aisha suka semua benda berbentuk lingkaran dan segi enam. Aisha selalu membawa balok kayu geo pasaknya yang berbentuk lingkaran dan segi enam dan keduanya selalu berwarna sama, merah semua, atau hijau semua, atau kuning semua. Selain balok kayunya, Aisha juga punya puzzle knob berbentuk lingkaran dan segi enam yang sudah sering dibawanya kemana-mana, sehingga kedua bentuk ini lebih lecek daripada bentuk-bentuk lain. Di lain waktu, Aisha suka sekali warna ungu dan pink, jika melihat benda dengan kedua warna ini maka ia akan membawanya kemana-mana di kedua tangannya. Tangannya seolah ingin sibuk menggenggam sesuatu. Sampai saat ini, kedua warna itu masih menjadi favorit Aisha, jika melihat benda dengan warna pink dan ungu ia akan sangat tertarik dan membawanya kemana-mana.
Saat Usia Aisha menginjak 2 tahun, Aisha belum mengucapkan satu kata berarti pun. Ia biasa mengatakan "bapa papa mama mimi" tapi artinya bukan Bapak, Mama, makan ataupun minum. Semua hal yang ingin ia maksudkan selalu berbunyi sama. Memanggil Ibu juga papapa, memanggil Bapak juga sama. Mungkin memang hanya itu yang bisa ia ucapkan. Selain dalam hal bicara, Aisha juga seperti tak bisa memahami kata-kata orang lain dan tidak mau bertatapan mata. Karena perilaku-perilaku Aisha yang makin aneh dari hari ke hari, Ibu memutuskan membawa Aisha ke dokter tumbuh kembang.
Aisha diobservasi oleh dokter tumbuh kembang, saat di ruang dokter, Aisha sibuk mengambil bola-bola di keranjang dan menjajarkannya di tempat tidur pasien. Ketika dipanggil oleh bu dokter, Aisha cuek saja, padahal saat dibunyikan lonceng di telinganya, Aisha menoleh, artinya ia tidak ada masalah pendengaran. Dan saat itu, Ibu juga baru sadar, kalau Aisha selama ini tidak pernah main pretend play, saat bu dokter mengajaknya menyuapi boneka, Aisha menolak malah boneka dan sendoknya dibuang. Ternyata pretend play merupakan salah satu tahapan perkembangan yang seharusnya dilewati anak-anak normal seperti pura-pura menggendong boneka, menyuapi boneka, bermain mobil-mobilan dan bermain peran lain. Aisha sama sekali tak pernah bermain pura-pura meski punya beberapa boneka di rumah. Padahal anak seorang teman yang usianya baru 1 tahun saja sudah minta gendong-gendong bonekanya. Aisha pun sama sekali tak mau mengikuti instruksi. Namun saat Aisha diminta menyusun balok kayu, Ia mampu menyusunnya tinggi sampai seluruh balok yang ada habis ia tumpuk.
Dokter pun memberitahu kami bahwa Aisha memiliki beberapa perilaku autistik, dan kemudian mendiagnosanya dengan Autism Spectrum Disorder (ASD). Sebetulnya Ibu sudah tidak terlalu kaget akan diagnosa ini karena telah lama mencari referensi akan sikap-sikap Aisha yang selama ini muncul dan memang mengarah ke sana. Namun, tetap saja dalam benak ini muncul banyak sekali pertanyaan dan kegelisahan.
Saat sesi konsultasi dengan dokter hampir selesai, Aisha tiba-tiba mendekat pada kami dan menatap bu dokter cukup lama, lalu karena hal ini bu dokter menurunkan indikasi Aisha dari Autism ke Gangguan Bahasa Ekspresif, karena Aisha mau menatap matanya bahkan lebih dari 5 detik. Umumnya anak autis tidak mampu bertatapan lebih dari 2 detik dan juga tidak mampu menyusun balok seperti yang Aisha lakukan tadi.
Dokter menyarankan Aisha mengikuti 2 macam terapi, yaitu terapi okupasi dan terapi wicara. Hari itu pula kami bertemu dengan terapis Okupasi Aisha. Terapis menjelaskan bahwa Aisha cukup aktif dan cenderung hiperaktif sehingga perlu terapi okupasi terlebih dahulu terus menerus sampai Aisha bisa duduk tenang karena terapi wicara hanya bisa efektif jika Aisha duduk tenang mendapatkan materi. Akhirnya sejak saat itu, Aisha rutin mengikuti terapi Okupasi, seminggu sebanyak 2 kali.