Malam itu berlalu dengan syahdu... ahh apalah ini...
kontraksi demi kontraksi dilalui, dan aku mulai merasakan adanya tekanan di jalan lahir
rasanya seperti ada yang "ambrol" lalu ada sedikit sensasi seperti sayatan di sana..
perut terasa menegang lalu mengendur, begitu terus, sampai pagi tiba...
Sekitar pukul 06.00 pagi dokter masuk kamarku untuk mengecek keadaanku
dan lagi-lagi.. "slup" tangannya dimasukkan ke "sana" untuk memeriksa pembukaan
huff... deg-degan rasanya...
dokter lalu mengatakan, "Ini sudah saya periksa, sampai sekarang belum ada pembukaan ya Ibu, ini bahkan mulut rahimnya saja masih kaku. Seharusnya paling tidak mulut rahim itu lemes dulu sebelum pembukaan, nah ini masih kaku".
Apa? benarkah? padahal kontraksi, padahal ada rasa-rasa seperti "ambrol" dll tapi belum bukaan?
rasanya waktu itu tidak percaya.... dan akupun mulai khawatir...
Dokter melanjutkan, "Untuk kasus ini saya menawarkan 2 opsi, pertama induksi, yang kedua sesar. Kalau di induksi, resikonya begini, ada kemungkinan setelah diinduksi terjadi pembukaan lalu bayi bisa lahir secara normal, ada kemungkinan juga tetap tidak terjadi pembukaan, dan tetap harus sesar. Kemungkinan berhasilnya sekitar 20%, karena ketuban sudah pecah, padahal reaksi induksi biasanya baru dirasakan setelah 12 jam. Dalam 12 jam ini bisa saja ketuban habis, bisa saja ada resiko lain. Yang kedua saya sarankan sesar, kalau sesar berarti harus pindah rumah sakit, karena saya tidak ada tim di sini, jadi harus ke RS WK. Silakan dipikirkan dulu, nanti jam 7 saya ke sini lagi".
SubhanAlloh... aku benar-benar speechless... aku tak mempersiapkan diriku untuk menghadapi situasi ini.
Setelah bapak, ibu dan suami berunding, akhirnya mereka mengambil opsi sesar, agar resikonya lebih kecil. Toh jika induksi gagal, aku harus tetap sesar, malah nanti jadi dobel sakitnya. Apalagi sudah hampir 24 jam aku belum tidur dan kelelahan.
suami pun diminta untuk menanyakan perihal operasi ke RS WK, jarak dari klinik W ke RS WK sekitar 5-7 menit. Sementara itu, aku diminta pindah ke ruang periksa untuk menunggu ambulans.
Saat di ruang periksa, kontraksiku justru semakin cepat, air ketubanku banyak keluar, aku hitung jarak antar kontraksi sudah sekitar 5 menit sekali, tapi memang sakitnya belum begitu hebat kalau menurutku. Meski bagaimanapun aku juga tidak tahu sehebat apa sakit mau melahirkan itu, karena baru pertama kali! ahh... kenapa...
Tak lama, sekitar pukul 07.00 ambulans datang, aku pun dibawa menuju RS WK untuk menjalani operasi, sebelumnya lagi-lagi aku disuntik antibiotik, ahhh njuss nya sungguh menyakitkan dan pegal... ya Alloh, si penakut jarum ini harus lebih berani lagi.....
di dalam perjalanan menuju RS WK, aku merasakan sakit perut yang lebih dari sebelumnya, dan juga sakit perih seperti sayatan di jalan lahirku.. aahh betapa aku berharap ini pembukaan, mengapa kontraksi tapi tidak ada pembukaan?
Sesampai di RS WK, aku langsung dibawa ke ruang khusus, di sana bajuku diganti baju operasi, tanganku.. ahh tanganku.. berhadapan lagi dengan jarum, yang kali ini lebih besar, jarum infus.
Jarum infus, yang sedari kecil aku hindari meski aku sakit parah, karena begitu takutnya! Kini juss juss terpasang apik di pergelangan tanganku... ambil darah... juss.. ahh.. ya Alloh,, inikah kenikmatan menjadi Ibu? ya.. betul... tidak berakhir di situ...
satu alat lagi: kateter... ya.. alat bantu pipis ini, selang yang harus dimasukkan ke saluran kencingku adalah teror yang lebih mengerikan lagi bagiku... ya Alloh, kuatkan! aku berani.. aku...
"aaahhhhh!!!" teriak juga akhirnya... ditertawakan perawat...
"tarik nafas, buu.. yang panjang,,, mau jadi Ibu kan??? harus berjuang.. ini perjuangan jadi Ibu, ga boleh takut".
hiks.. ingin menangis rasanya mendengar kata-kata bu perawat, iya,, aku mau jadi Ibu, harus kuat...
Jarum-jarum.. tusuk-tusuk,, aku harus berdamai denganmu :')
Digeledek juga ke ruang operasi, artiya pisau, jarum, benang, jahitan, sobek-sobek ahhh.. jangan dibayangkan. Jangan!
Ruang operasi begitu dingin, dan pakaianku cuma sehelai. Dokter-dokter dan perawat sudah siap, mereka sedang tertawa, bercanda, menyanyi... mungkin ingin mencairkan suasana, agar aku tidak tegang.. ya.. tapi bagiku, itu seperti nyanyian ejekan, tawa intoleran, dan candaan yang terlalu dibuat-buat...
Atau mungkin aku yang terlalu berlebihan. Oke, bismillah, mari lakukan!
dan.. aku harus berdamai lagi dengan suntikan, jarum yang lebih besar lagi... suntikan anestesi di tulang belakang, seingatku, aku ditusuk 3 kali atau entahlah berapa kali aku sudah tak peduli..
pokoknya bismillah...
Tadinya sedikit horor juga membayangkan dibedah tetapi mata masih bisa melihat, tubuh yang dibius hanya perut ke bawah... SubhanAlloh.. ini seperti pembunuhan yang kejam di depan mata!
Baru beberapa menit berjalan, aku mulai muntah-muntah, maklum saja karena tidak puasa dulu, ah..ada rasa malu bercampur tidak nyaman. Perut serasa diubek-ubek (memang sedang diubek-ubek) dan pandanganku sedikit kabur.
Tak lama terdengar suara bayi menangis... Alhamdulillah,. bayiku sudah lahir!
perawat pun langsung menunjukkan bayi itu padaku...
Ya Alloh.. ya Alloh... aku pun mulai menangis sesenggukan, air mata rasanya sudah tidak bisa dibendung lagi.
Gara-gara menangis, aku dimarahi dokter, "Jangan menangis, bu!jangan menangis!"
ya Alloh, menangis saja tidak boleh T___T padahal ga niat nangis juga.. dan aku terus menangis....
Selesai operasi, aku dibawa ke ruang dengan suhu normal.
Tetapi, meski sudah berada di tempat yang hangat, tubuhku terus menggigil kedinginan.
saking kedinginannya sampai gigiku bergemeletuk, tanganku gemetaran, sementara kakiku masih tidak bisa digerakkan.
Karena khawatir, Ibu lalu masuk ruangan itu dan menungguiku sambil menggenggam tanganku agar aku tidak gemetaran.
Wednesday, April 1, 2015
Tentang Kelahiran Buah Hatiku 2
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment