About Me

My photo
I'm just ordinary woman who really loves reading and writing :)

Friday, April 3, 2015

Tentang Kelahiran Buah Hatiku 5

April 03, 2015 0 Comments
Hari-hari sejak aku pulang dari RS adalah hari-hari perjuangan menuju kesembuhan. Meski masih nyeri dan kaku, tetapi aku harus tetap begadang menyusui anakku. ASI ku memang belum terlalu banyak, tapi aku semangat sekali menyusukannya sehingga ASI ku cepat menjadi lancar. Meski begitu, menyusui bukan berarti tanpa masalah sama sekali. Mungkin karena mulut bayiku kecil, posisi pelekatan bayiku jadi tidak pas, sehingga putingku yang sebelah kanan pun jadi lecet dan berdarah.

3 hari berlalu sejak aku pulang dari RS, aku masih merasa pinggang kiriku sakit dan kaku. Aku pun belum bisa bangun sendiri dari posisi tiduran. Harus ada yang membantuku bangun. Suami lah yang sering membantuku bangun dari posisi tiduran ke posisi duduk. Apalagi saat harus begadang malam hari, ah.. jadi malam-malam yang berat. Akhirnya seringkali Ibu memberikan sufor pada bayiku jika aku tidak terbangun saat bayiku menangis. Tahu hal itu aku jadi sedih sekali.

Pinggang kiriku yang sakit itu ternyata sekarang warnanya menghitam seperti terantuk sesuatu. Gosong dan membengkak. Pantas saja sakit dan kaku. Semakin hari hitamnya semakin melebar dan membengkak. Warna hitam itu menghiasi area sekitar jahitan sesarku. Ya Alloh, ada apa gerangan ini??
Karena besok pagi dijadwalkan kontrol ke RS, maka aku akan menanyakaan perihal hitam bengkak itu pada dokter.

Paginya, aku berangkat ke RS WK bersama suamiku. Jalanku masih terpincang-pincang dan sangat pelan. Sakit di pinggangku itulah penyebabnya. Sungguh membuat tubuhku kaku sekali. Aku dijadwalkan kontrol dengan Dr. L karena beliau dokter yang ditunjuk BPJS (waktu itu aku menggunakan BPJS) sebagai dokternya meski dokter yang mengoperasiku adalah Dr.P dari klinik W. Tetapi sayangnya DR.L hari itu ada operasi mendadak sehingga tidak bisa menemuiku. Berhubung sakit pinggangku ini tidak bisa dikompromikan lagi, apalagi timbul bengkak dan hitam, aku memutuskan untuk ke Dr.P saja yang waktu itu mengoperasiku.

Sampai di klinik W, aku diperiksa oleh Dr.P. Dr.P heran dengan adanya bengkak dan memar di sekitar jahitan sebelah kiriku. Ya, di sekitar pinggang dan panggul sebelah kiri. Menurut Dr.P, kemungkinan ada darah beku di sana, meskipun harusnya operasi sesar tidak menimbulkan dampak seperti itu. Akhirnya aku diberi obat salep dan tablet untuk diminum, hari itu pun benang jahitanku dilepas.

Paginya, bukannya sembuh, luka jahitanku malah berdarah, tembus ke perbannya. Ya Alloh, kenapa ini? apa lukanya kemarin belum kering tapi keburu dilepas benangnya?Pagi itu juga aku dan suami meluncur lagi ke klinik W untuk konsultasi perihal rembesan darah di perbanku. Dr.P lagi-lagi heran dengan daraah itu, lalu aku pun di USG. Dari hasil USG ketahuan bahwa dilapisan kulitku tepat di atas rahim, ada darah yang terjebak di sana. Jika darah ini beku maka aku harus mengompresnya dengan es, agar darahnya cair dan kemudian terserap jaringan. Dr. P memintaku terus memberi salep yang kemarin ia berikan dan mengompres memarku dengan es. Hari itu hari Kamis, dan aku diminta kembali lagi hari Sabtu untuk mengobservasi memarnya.
Dr. P mengatakan,"Jika memarnya hilang, berarti perdarahan yang ada di dalam itu tidak produktif dan jaringan berhasil menyerapnya, tetapi jika memarnya masih ada, kemungkinan darahnya produkif, maka harus dibuka".
Aku cukup kaget ada kata "dibuka" yang Dr.P ucapkan. "dibuka" itu artinya apa?
"Tapi kita semua berharap semoga nanti yang terjadi yang terbaik" lanjut Dr.P.
"aamiin", balasku.

Belum juga Sabtu, sore harinya, masih hari Kamis, kembali muncul darah di perban jahitanku. Kali ini rembesannya agak banyak. Rasanya sungguh panik. Bagaimana ini? padahal dari kemarin juga baik-baik saja dengan lukanya?hanya memar di pinggangku saja yang jadi masalah, lha ini kok??
Jadilah sore itu pukul 17.00 aku ke klinik W lagi, sampai-sampai perawat yang di front office hafal padaku.
memarku di USG lagi, dan hasilnya.... ya, perdarahannya itu produktif, jadi harus "dibuka" .
"Maksudnya 'dibuka' dok?" taanyaku.
"Darah di lapisan kulit Ibu itu tidak bisa terabsorbsi jaringan, makanya sayaa harus buka lagi jahitannya, nanti darahnya saya "kerok", biar tumbuh jaringan baru."
Jahitan dibuka lagi maksudnya dibedah ulang?? tunggu, tunggu, aku benar-benar sudah kehilangan akalku saat itu, mataku menatap dokter itu dengan tatapan entah marah entah heran...

"Kalau bisa, biar saya kerjakan malam ini saja ya, tapi jangan di RS WK, di RSU PB saja, di WK alat "kerok"nya ga ada, lagipula benangnya pilihannya sedikit, ga bisa pilih benang yang bagus. Ini saya buatkan surat rujukan, nanti malam kalau bisa kamu saya tangani jam 20.30 ya di RSU PB", lanjutnya.

Dr.P ini apa dia itu berdarah dingin ya? apa dia itu psikopat? kata-katanya seperti pembunuh yang biasa memutilasi korbannya. kata-kata "buka", "kerok", "pilih benang", bukankah sangat mengerikan untuk didengar oleh pasien yang akan mengalaminya? dan ia tak memberiku waktu sedikit pun untuk berpikir, bahkan tak bertanya aku setuju atau tidak. Bagai tertimpa musibah besar, sepulang dari klinik W aku menangis sejadinya. Setahuku itu tangisanku yang paling keras, paling menyedihkan yang pernah aku lakukan. Suami pun ikut menangis dan beristighfar sangat banyak. Ya Alloh, ujian apalagi ini?

Perjalanan "Menjadi Ibu" yang Alloh pilihkan untukku memang tidak mudah. Ini sungguh peristiwa yang menguras segalanya untukku, seperti ayat yang pernah aku baca:

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar."
(QS Al Baqarah 155)

Ya, aku mungkin sedang mengalami cobaan ini, saat ini.... maka aku harus bersabar. Tangisku pecah lagi setiba di rumah melihat bayiku. Karena aku harus operasi lagi, artinya aku harus meninggalkannya dalam beberapa hari. Hancur rasanya hatiku... sebelum berangkat ke RSU PB, aku pun menyusuinya dulu. Malam itu aku berangkat bersama Bapak dan Suamiku, Ibu tinggal di rumah bersama bayiku. Sampai jumpa lagi, nak.. doakan ibumu segera sembuh.


Tentang Kelahiran Buah Hatiku 4

April 03, 2015 0 Comments
Pagi tiba, artinya ini hari keduaku di RS WK. Pagi ini suami diminta oleh dokter jaga untuk mengambil darah 2 kantong di PMI karena dari uji laboratorium, Hb ku cuma 6 padahal normalnya 8 (atau 10 aku lupa :D). Maka dari itu aku perlu tranfusi darah. Dokter meminta suami untuk mengambil 1 kantong dulu karena RS WK tidak punya alat penyimpanan darahnya, kantong 1 nya diambil siang jika tranfusi pertama sudah selesai. Hari itu, aku ditransfusi darah. Rasanya betul-betul ngeri melihat darah dialirkan ke tubuhku, tidak bisa membayangkan bagaimana orang yang harus cuci darah secara periodik... naudzubillah....

Melahirkan sungguh memberikan aku banyak pengalaman yang mengerikan. Aku ini penakut sekali pada darah dan jarum suntik, sampai pernah aku hampir pingsan lihat darahku sendiri waktu aku terkena pecahan kaca, pernah juga aku sakit thypus dan DB tapi tidak mau dirawat di RS gara-gara takut disuntik dan diinfus! Tapi bagaimanapun aku hindari semua itu dulu, kini aku harus berkompromi.. Baik dengan jarum suntik maupun darah. Jarum-jarum sudah berapa kali saja ditusuk-tusukkan ke tubuh ini.. SubhanAlloh... luar biasa sekali rasanya. Selain harus berani, aku harus lebih banyak bersabar.

Hari kedua, seharusnya pasien operasi sesar sudah bisa duduk sendiri, atau paling tidak sudah bisa belajar duduk. tapi entah kenapa aku miring pun masih kesulitan! ya Alloh, apa aku ini yang terlalu manja dan cengeng atau memang sakit yang aku rasakan ini terlalu berlebihan? Pinggangku sangat kaku dan luka jahitanku terasa sakit. Perutku sakit dan kembung. Perawat pun juga bilang kalau perutku kok besar sekali seperti belum lahiran. Aku memang belum buang gas dari kemarin, aku harus bisa buang gas supaya tidak kembung. Akhirnya disuntik obat biar tidak kembung dan aku bisa buang gas.

Perut kembung mulai hilang, tapi sakit di pinggang belum juga bisa dikompromi. Benar-benar kaku. Padahal pengen banget bisa miring dengan enak, apalagi saat harus 'seka', melepas pakaian jadi sangat sulit. Luka jahitanku juga terasa perih. Huff... aku harus lebih berusaha. Hari itu pun diisi dengan beringsut-ingsut ke kanan dan ke kiri. Seorang perawat yang menyeka tubuhku bercerita, bahwa pernah ada seorang pasien sesar bisa duduk dan berjalan dalam waktu sehari, jadi kemarin operasi, hari ini sudah bisa jalan. Hebat sekali! katanya karena sudah sangat ingin menyusui anaknya. Hmm.. jadi malu banget kalau denger itu. tapi kok kayanya mustahil. Hari ini saja tubuhku masih hancur lebur rasanya. Kalau kata Ibu, mungkin karena waktu operasi aku dalam keadaan lelah, belum tidur, habis merasakaan kontraksi dll, kalau memang dari awal niat mau operasi mungkin keadaanku lebih sehat. Bagaimanapun aku juga ingin sekali segera bertemu anakku... jadilah aku menangis sore itu.

Entah kenapa transfusi darah satu kantung kok lamaa sekali ya? dari jam 07.30 sampai pukul 16.00 kok belum selesai juga? Perawat yang bertugas mengganti infusku pun sampai komplain ke perawat yang memasang kantung darah yang pertama. "Ini terlalu lama! paling lama 4 jam lah.. masa ini sampai sore begini", katanya. Nah lho... bahaya ga tuh? aku juga heran, secara kantung yang kedua sajaa bolehnya diambil nanti kalau sudah mau ganti karena tidak ada tempat penyimpanan di RS sehingga dokternya takut darahnya jadi tidak segar lagi/ basi. Lah ini... ditransfusi sampai hampir 10 jam?? di kantungnya saja darahnya sudaah beku-beku... ya Alloh, semoga aku baik-baik saja.
Transfusi kedua cuma 4 jam sudah selesai, dan itu pun selang infus harus ganti di tangan kiri karena tanganku yang kanan sudah mulai bengkak dan pegal. Usai tranfusi rasanya lega, diganti lagi jadi cairan infus.

Malam itu berlalu tanpa prestasi apa-apa. Masih cuma bisa beringsut kanan-kiri............ aku rindu anakku. Masa, aku melihatnya baru sekali saja waktu baru sajaa dilaahirkan, Itu pun cuma beberapa detik. Ya Alloh, aku nelangsa sekali rasanya hanya bisa melihatnya lewat foto dan video yang dibawakan suamiku. Rasanya ingin segera duduk tapi kok sungguh kaku pinggangku?!

Pagi hari ketiga aku menangis, sesenggukan sampai ditanya oleh perawat. Ibu bilang pada perawaat kalau aku ini nelangsa, masa harus bisa duduk dulu baru boleh lihat bayinya, padahal kan ibunya, lagipula keadaan pasien kan masing-masing. Mungkin ada yang sehari langsung sehat, ada yang dua hari, ada juga yang perlu waktu lama, lalu bagaimana RS bisa menyamakan kondisi semua pasien? apakah seorang ibu tidak boleh melihat bayinya hanya karena belum bisa duduk? hanya mau melihat saja sebentar, tidak harus dibawa di kamar seharian. Alhamdulillah perawat hari itu baik, setelah aku diseka bersih, bayi pun dibawa masuk ke kamar. Hari itu untuk pertama kalinya aku melihat bayiku lagi sejak aku melahirkan. Rasanya sunnguh tidak tergambarkan. Senang, sedih, haru semua jadi satu.

Berkat kunjungan bayiku pagi itu, malamnya aku bisa duduk. Entah kenapa setelah melihatnya, aku jadi semangat sekali untuk bisa duduk. Rasa-rasanya semua sakit yang dari kemarin kurasakan hilang begitu saja. Meski harus dibantu suamiku dengan susah payah, aku bisa duduk. Lalu bu perawat bilang, kalau aku sudah bisa jalan, besok bayinya boleh mulai disusui dan besok juga aku sudah boleh pulang. Semakin semangat saja! Benarlah, pagi itu alhamdulillah aku sudah bisa berdiri dan berjalan.

Bisa berdiri dan berjalan lagi setelah operasi sesar itu jika tidak merasakan sendiri mungkin akan terlihat mudah saja. Tetapi bagi mereka yang merasakan, sungguh itu perjuangan, paling tidak bagiku. Hari itu pun, perawat melepas semua alat-alat dari tubuhku, baik infus maupun kateter.. ahhh... merdeka rasanya. Hari itu juga aku belajar menyusui bayiku, meski harus dengan sedikit perjuangan karenaa dari lahir ia biasa minum botol yang mudah sekali keluar susunya meski tidak dikenyot, harus menghadapi puting yang baru saja keluar kolostrum. Huff... drama menyusui pun terjadi di kamar pasien, hehe... tangis dan jerit bayiku diiringi keringat yang mengalir sebotol-botol dari tubuh Ibu bapaknya, hahaha... tapi berhasil! Hari itu hari yang membahagiakan :-)




Thursday, April 2, 2015

Tentang Kelahiran Buah Hatiku 3

April 02, 2015 0 Comments
Dua jam aku berada di ruang "penenangan diri" itu, aku pun ditransfer ke kamar pasien.
Kamar itu meski ber-AC namun terasa panas, keringatku mengucur deras bagai orang mandi.
Jam-jam pertama aku lalui dengan tenang, tanpa rasa sakit pasca operasi, hanya merasakan kaku saja di tubuh bagian bawah, mungkin anestesinya belum hilang.
Melihat kondisiku baik-baik saja, Bapak dan Ibu pamit pulang, tinggallah aku berdua saja dengan suami.
Bayi kami sementara ditempatkan di ruang bayi sampai kondisiku stabil.
Tak lama, aku mulai merasakan kesemutan di kakiku, aku mulai bisa sedikit menggerak-gerakkan kakiku.
Ah, pengaruh biusnya mulai hilang perlahan... dan ternyata, mulai detik itu pula aku mulai merasakan nyeri-nyeri di jahitan sesarku.
Ah, bukan hanya nyeri luar tapi nyeri dalam juga, nyeri yang sulit digambarkan seperti apa, tapi mungkin seperti sakit sayatan, ya.. tentu saja!
Waktu itu jam menunjukkan pukul 2 siang, ya sekitar itu aku rasa...
dan aku belum tidur sejak kemarin siang, rasanya tubuhku begitu lelah dengan segala yang terjadi pada 24 jam terakhir... mata belum juga sempat memejam...
tiba-tiba saja, sakitnya menyerang bertubi-tubi meski datang dan menghilang...
saat sakit itu datang, mata ini serasa mau lepas saja karena saat menahan sakit tanpa sengaja aku melotot dan mengejan...
suami mendampingiku, duduk di sampingku, entah apa yang ia pikirkan dan rasakan..
aku yakin ia sama lelahnya denganku...
sakit itu kembali datang, datang, dan datang tanpa kompromi
seperti ada pedang tajam yang dikibaskan mengenai perutku.
Ahh... aku tak tahan lagi, sungguh, serasa hampir pingsan, atau mungkin aku akan mati?
mataku mulai berkunang-kunang dan kabur pandangannya..
setiap itu terjadi, aku meminta suamiku mengambilkan minum untuk kuteguk..
aku benar-benar takut kesadaranku hilang lalu aku tak bisa bangun lagi!
"Anakku.. anakku... aku sungguh ingin merawatmu dulu!aku ingin menyusuinya...!ya Alloh beri aku kesempatan!" begitulah yang aku teriakkan dalam hatiku.
Tak tahan beberapa kali serasa mau pingsan, aku meminta suamiku memanggil perawat... bagaimanapun, seharusnya ada perawat yang memeriksa keadaanku pasca operasi! tapi kenapa tidak ada?!
ya Alloh... beri kekuatan....

Tak lama berselang (meski bagiku begitu amat lama), perawat datang...
"ada apa, bu?" tanyanya.
Ah, mengapa enteng sekali ia bertanya, apa tidak semua pasien sesar mengalami yang kualami?
"saya merasa perut saya sakit sekali, bu. Sampai hampir pingsan rasanya". begitu jawabku.
Tanpa ba-bi-bu ia mendekat padaku dan menekan perutku dengan jarinya "nyot, nyot"
"Aaaaaarrrrrgggghhh!!!!!" seketika itu juga aku menjerit sekuatnya dibarengi air mata yang tetiba saja banjir keluar dari pelupuk mataku!
Ya Allah, sakit... sakit... sakit.... Aku menangis sejadinya padahal ketika menangis luka jahitanku terasa tertarik keras sehingga tangisku pun tersengal-sengal.
"Bu! saya bilang, perut saya sakit sampai saya mau pingsan!! mengapa malah ditekan? Ya Alloh... kejam sekali Ibu!" begitu teriakku.
Perawat itu sedikit kaget saat aku berteriak dan menangis, ia sedikit ketakutan juga mungkin..
Lalu ia berkata, " Iya bu, saya hanya memeriksa saj bagian mana yang sakit.."
Saya pun menimpali, "tentu saja bagian yang dioperasi yang sakit, sakit kenapa dipencet!"
Sungguh speechless saat itu, apalagi setelah mendengar apa yang perawat itu katakan setelahnya,
"Ah... obat penghilang nyerinya lupa belum disuntikkan ya bu.. sebentar ya".
Asaghfirullah... tega-teganya bu perawat mengatakan itu.... "lupa" seperti hal biasa dan ia sama sekali tidak minta maaf???!!

Setelah suntikan anti nyeri diberikan, aku perlahan bisa tertidur. Waktu aku terbangun, hari sudah gelap, bajuku basah kuyup oleh keringat, tetapi aku merasa agak kedinginan. Perutku pun terasa kembung. Seharian dalam posisi tiduran membuat tubuhku kaku dan pegal. Petang itu aku di 'seka' (basuh dengan air) oleh bidan yang berjaga. Bidan itu sungguh ramah dan baik, ia menyeka tubuhku dengan sangat hati-hati. Melepas pakaian adalah hal yang sulit untuk pasien operasi sesar, apalagi baru saja operasi. Untuk melepas pakaian aku harus bisa sedikit miring kanan dan kiri, lalu mengangkat pantat dalam keadaan tidur telentang. Itu pun pelan-pelan sekali, karena luka jahitan panjang di perut itulah yang membuat sulit bergerak. Ditambah lagi keseleo pinggang kiriku belum sembuh, ah..betapa sulitnya memiringkan badan ke kiri. Alhamdulillah, bu bidan itu betul-betul sabar menungguku beringsut sana-sini dengan sangat pelan. "Seka" pertamaku hari itu berjalan lancar dan aku pun merasa sedikit segar.

Malam itu aku tidur lagi, tiduur terus rasanya. Padahal belum makan, tetapi aku tidak merasa lapar. Pikiranku terbang pada bayiku yang di ruang sana. Katanya, ia tidur sendirian di ruang itu, bayi lain tidak tidur di sana karena ada yang kuning, sakit, dll sedangkan bayiku satu-satunya bayi yang sehat di RS WK ini. Alhamdulillah ia sehat, meski aku terpaksa mengizinkan bidan memberinya susu formula karena keadaanku yang tak memungkinkan baik untuk menyusui ataupun memerah ASI. Ya Alloh, ampuni hamba... maafkan ibumu ini, nak. Ingin sekali meminta rawat gabung, tapi aku beringsut saja kesulitan, bagaimana aku bisa mengurus bayiku kalau ia menangis?bidan dan perawat tidak mengizinkannya sampai kondisiku stabil atau paling tidak aku sudah bisa duduk. Perawat memintaku untuk belajar miring kanan dan kiri terlebih dahulu, hari besok aku harus sudah bisa belajar duduk sendiri. Sungguh PR yang berat.

Keadaanku malam itu tidak terlalu bagus, perawat pun mengambil sampel darahku untuk diuji hb nya. Aku tak bisa melihat bagaimana wajahku tapi orang-orang bilang wajahku pucat. Waktu itu tubuhku memang panas dari perut ke atas, tapi dari perut ke bawah (bagian yang dianestesi) dingin bagai es. Malam itu Ibu dan suamiku terus memijat kakiku untuk menghangatkan bagian bawah tubuhku. Aku pun terlelap...




Wednesday, April 1, 2015

Tentang Kelahiran Buah Hatiku 2

April 01, 2015 0 Comments
Malam itu berlalu dengan syahdu... ahh apalah ini...
kontraksi demi kontraksi dilalui, dan aku mulai merasakan adanya tekanan di jalan lahir
rasanya seperti ada yang "ambrol" lalu ada sedikit sensasi seperti sayatan di sana..
perut terasa menegang lalu mengendur, begitu terus, sampai pagi tiba...

Sekitar pukul 06.00 pagi dokter masuk kamarku untuk mengecek keadaanku
dan lagi-lagi.. "slup" tangannya dimasukkan ke "sana" untuk memeriksa pembukaan
huff... deg-degan rasanya...
dokter lalu mengatakan, "Ini sudah saya periksa, sampai sekarang belum ada pembukaan ya Ibu, ini bahkan mulut rahimnya saja masih kaku. Seharusnya paling tidak mulut rahim itu lemes dulu sebelum pembukaan, nah ini masih kaku".
Apa? benarkah? padahal kontraksi, padahal ada rasa-rasa seperti "ambrol" dll tapi belum bukaan?
rasanya waktu itu tidak percaya.... dan akupun mulai khawatir...
Dokter melanjutkan, "Untuk kasus ini saya menawarkan 2 opsi, pertama induksi, yang kedua sesar. Kalau di induksi, resikonya begini, ada kemungkinan setelah diinduksi terjadi pembukaan lalu bayi bisa lahir secara normal, ada kemungkinan juga tetap tidak terjadi pembukaan, dan tetap harus sesar. Kemungkinan berhasilnya sekitar 20%, karena ketuban sudah pecah, padahal reaksi induksi biasanya baru dirasakan setelah 12 jam. Dalam 12 jam ini bisa saja ketuban habis, bisa saja ada resiko lain. Yang kedua saya sarankan sesar, kalau sesar berarti harus pindah rumah sakit, karena saya tidak ada tim di sini, jadi harus ke RS WK. Silakan dipikirkan dulu, nanti jam 7 saya ke sini lagi".

SubhanAlloh... aku benar-benar speechless... aku tak mempersiapkan diriku untuk menghadapi situasi ini.

Setelah bapak, ibu dan suami berunding, akhirnya mereka mengambil opsi sesar, agar resikonya lebih kecil. Toh jika induksi gagal, aku harus tetap sesar, malah nanti jadi dobel sakitnya. Apalagi sudah hampir 24 jam aku belum tidur dan kelelahan.
suami pun diminta untuk menanyakan perihal operasi ke RS WK, jarak dari klinik W ke RS WK sekitar 5-7 menit. Sementara itu, aku diminta pindah ke ruang periksa untuk menunggu ambulans.
Saat di ruang periksa, kontraksiku justru semakin cepat, air ketubanku banyak keluar, aku hitung jarak antar kontraksi sudah sekitar 5 menit sekali, tapi memang sakitnya belum begitu hebat kalau menurutku. Meski bagaimanapun aku juga tidak tahu sehebat apa sakit mau melahirkan itu, karena baru pertama kali! ahh... kenapa...

Tak lama, sekitar pukul 07.00 ambulans datang, aku pun dibawa menuju RS WK untuk menjalani operasi, sebelumnya lagi-lagi aku disuntik antibiotik, ahhh njuss nya sungguh menyakitkan dan pegal... ya Alloh, si penakut jarum ini harus lebih berani lagi.....
di dalam perjalanan menuju RS WK, aku merasakan sakit perut yang lebih dari sebelumnya, dan juga sakit perih seperti sayatan di jalan lahirku.. aahh betapa aku berharap ini pembukaan, mengapa kontraksi tapi tidak ada pembukaan?

Sesampai di RS WK, aku langsung dibawa ke ruang khusus, di sana bajuku diganti baju operasi, tanganku.. ahh tanganku.. berhadapan lagi dengan jarum, yang kali ini lebih besar, jarum infus.
Jarum infus, yang sedari kecil aku hindari meski aku sakit parah, karena begitu takutnya! Kini juss juss terpasang apik di pergelangan tanganku... ambil darah... juss.. ahh.. ya Alloh,, inikah kenikmatan menjadi Ibu? ya.. betul... tidak berakhir di situ...
satu alat lagi: kateter... ya.. alat bantu pipis ini, selang yang harus dimasukkan ke saluran kencingku adalah teror yang lebih mengerikan lagi bagiku... ya Alloh, kuatkan! aku berani.. aku...
"aaahhhhh!!!" teriak juga akhirnya... ditertawakan perawat...
"tarik nafas, buu.. yang panjang,,, mau jadi Ibu kan??? harus berjuang.. ini perjuangan jadi Ibu, ga boleh takut".
hiks.. ingin menangis rasanya mendengar kata-kata bu perawat, iya,, aku mau jadi Ibu, harus kuat...
Jarum-jarum.. tusuk-tusuk,, aku harus berdamai denganmu :')

Digeledek juga ke ruang operasi, artiya pisau, jarum, benang, jahitan, sobek-sobek ahhh.. jangan dibayangkan. Jangan!

Ruang operasi begitu dingin, dan pakaianku cuma sehelai. Dokter-dokter dan perawat sudah siap, mereka sedang tertawa, bercanda, menyanyi... mungkin ingin mencairkan suasana, agar aku tidak tegang.. ya.. tapi bagiku, itu seperti nyanyian ejekan, tawa intoleran, dan candaan yang terlalu dibuat-buat...
Atau mungkin aku yang terlalu berlebihan. Oke, bismillah, mari lakukan!
dan.. aku harus berdamai lagi dengan suntikan, jarum yang lebih besar lagi... suntikan anestesi di tulang belakang, seingatku, aku ditusuk 3 kali atau entahlah berapa kali aku sudah tak peduli..
pokoknya bismillah...

Tadinya sedikit horor juga membayangkan dibedah tetapi mata masih bisa melihat, tubuh yang dibius hanya perut ke bawah... SubhanAlloh.. ini seperti pembunuhan yang kejam di depan mata!
Baru beberapa menit berjalan, aku mulai muntah-muntah, maklum saja karena tidak puasa dulu, ah..ada rasa malu bercampur tidak nyaman. Perut serasa diubek-ubek (memang sedang diubek-ubek) dan pandanganku sedikit kabur.
Tak lama terdengar suara bayi menangis... Alhamdulillah,. bayiku sudah lahir!
perawat pun langsung menunjukkan bayi itu padaku...
Ya Alloh.. ya Alloh... aku pun mulai menangis sesenggukan, air mata rasanya sudah tidak bisa dibendung lagi.
Gara-gara menangis, aku dimarahi dokter, "Jangan menangis, bu!jangan menangis!"
ya Alloh, menangis saja tidak boleh T___T padahal ga niat nangis juga.. dan aku terus menangis....

Selesai operasi, aku dibawa ke ruang dengan suhu normal.
Tetapi, meski sudah berada di tempat yang hangat, tubuhku terus menggigil kedinginan.
saking kedinginannya sampai gigiku bergemeletuk, tanganku gemetaran, sementara kakiku masih tidak bisa digerakkan.
Karena khawatir, Ibu lalu masuk ruangan itu dan menungguiku sambil menggenggam tanganku agar aku tidak gemetaran.




Tentang Kelahiran Buah Hatiku 1

April 01, 2015 0 Comments
Rasanya perlu waktu lama mempertimbangkan apakah tulisan ini layak untuk kubagi dengan orang lain atau tidak.
Ini kisah perjuangan melahirkan seorang bayi, ya.. kisah yang bagiku terasa panjang.
Sebelum melahirkan, aku sibuk mempersiapkan diriku dengan banyak ilmu.
Ilmu menghadapi kontraksi, menghadapi rasa sakit akan melahirkan, posisi yang baik agar pirenium tak perlu digunting (meski sedikit mustahil), ilmu mengejan dan lain-lain...
sayangnya, aku lupa.. aku hanya mempelajari ilmu melahirkan secara normal
aku mengesampingkan kemungkinan jika aku harus dioperasi atau menghadapi operasi sectio caesaria (SC) atau operasi sesar...
dan meski sempat terlintas, aku benar-benar menggampangkannya..
Saat periksa kehamilan, semua normal-normaal saja, bayi sehat, kepala bayi sudah pada posisi baik, bahkan saat 37 minggu kepala bayi sudah masuk jalan lahir dengan apik..
membaca buku tentang Gentle Birth secara tak sengaja mengerucutkan pandanganku untuk melahirkan dibantu bidan saja, karena bidan kunilai lebih sabar, sehingga aku tak mencari alternatif Rumah Sakit yang dokternya bagus (kalau-kalau aku harus di sesar)

Hari itu hari selasa, tanggal 17 Februari 2015, aku tidur siang seperti biasa..
tidur siang yang sudah susah dinikmati karena beratnya beban tubuh saat hamil tua
saat itu usia kandunganku 38 minggu.
entah sebab apa, mungkin terlalu banyak bangun untuk pipis di malam hari sehingga aku harus sering dari posisi tidur ke berdiri beberapa kali, pinggang kiriku keseleo.
pinggang keseleo ini sudah dirasakan dari kehamilan 37 minggu
menyebabkan area dari pinggang, pinggul, pantat, sampai kaki kiriku sulit digerakkan karena sakit dan kaku..
bangun dari posisi tiduran begitu sulit dan menyakitkan, jalan pun jadinya terpincang-pincang, duh... betapa tersiksa jika harus sering bangun di malam hari.
Malam itu pun sama, jam 20.00 perutku terasa mules pengen BAB..
beberapa kali harus ke belakang, tapi tidak keluar juga yang ingin dibuang itu..
akhirnya aku putuskan untuk tidur dalam keadaan duduk agar tak sering bangun dari posisi tidur, karena sakit di pinggangku jadi teramat tidak nyaman dirasakan.
mulesnya masih aja tidak santai, akhirnya tidak bisa tidur...
sekitar pukul 23.30, mulesnya datang lagi, tapi saat itu akhirnya yang mau dibuang keluar juga
alhamdulillah sedikit lega...
kembali dari kamar mandi, perut malah jadi sedikit kram kaya mau haid
setelah aku cek, ternyata memang ada sedikit bercak darah di celana, bercampur lendir..
aduh..jangan-jangan aku mau melahirkan?

Saat itu mau membangunkan suami, tapi tiba-tiba "jroooossshhh"
malah keluar cairan sangat banyak tak tertahankan dari jalan lahir..
ya Alloh... jangaan-jangan ini ketuban??
karena sedikit panik, aku bukan membangunkan suami tapi Bapak-Ibu (saat itu memang pulang untuk melahirkan di rumah bapak ibu)
betul lah, ternyata itu ketuban yang pecah dan mengucur...
mendengar ribut-ribut suami pun ikut bangun..
pada saat itu waktu menunjukkan pukul 00:00 tepat.

segera setelah itu, kami berempat, Bapak, Ibu, suami dan aku berangkat ke RS bersalin WR.
RS ini berjarak 25 menit dari rumah.
sesampainya di RS, aku segera diperiksa oleh bidan yang berjaga malam itu.
Bidan pun mengetes cairan yang keluar apakah betul cairan ketuban atau bukan, lalu memasukkan jarinya untuk mengecek apakah sudah ada pembukaan atau belum.
Dari hasil pengecekan, betul bahwa cairan yang keluar itu ketuban
Semestinya, jika ketuban pecah, maka akan diikuti oleh pembukaan yang cepat
bahkan katanya, bayi bisa lahir dalam waktu kurang dari 3 jam.
wow.. Masha Allah...
Tetapi sayangnya, itu tidak terjadi padaku, karena dari hasil pengecekan, mulut rahimku masih menutup
belum ada pembukaan sedikit pun!

Bidan pun menjelaskan situasiku pada Bapak, Ibu dan suami.
Dalam kasus ini, mereka tidak berani ambil resiko, karena belum ada pembukaan, sedang cairan ketubanku terus keluar, dan waktu itu belum adaa kontraksi.
Bidan pun menyarankan untuk ke RS lain saja yang ada dokternya.
sebenarnya di RS itu juga ada dokter jaga, tapi saat itu beliau tidak bisa dihubungi.
Ya sudahlah, kami harus berpindah ke RS lain.
Pikiranku saat itu mulai agak kacau dan aku terus berpikir kenapa aku perlu dokter?
apakah aku tidak bisa melahirkan secara normal jika begini?

Kami pun segera menuju ke Klinik W, bukan apa-apa, hanya klinik ini yang terpikir saat itu.
Klinik ini milik seorang obgyn, daan beliau tinggal di gedung yang sama dengan kliniknya.
Yah jaadilah kami ke sana. Bismillah...
saat itu aku sudah sedikit merasakan adanya kontraksi meski lemah
dan bagaimanapun aku juga tidak tahu rasanya kontraksi itu yang seperti apa.

Tak lama, aku dibawa ke sebuah ruang periksa, dan seperti biasa, dokter dan perawat mengecek cairan yang keluar dari jalan lahirku dan memasukkan jarinya untuk memeriksa adanya pembukaan.
Rasanya sungguh tidak nyaman ketika ada jari yang dimasukkan ke "situ".. ahh.. begini ternyata.
lagi-lagi aku harus mendengar hasil yang sama: "belum ada pembukaan."

'belum ada pembukaan' ini bukan kasus enteng, karena apa?ketubanku sudah pecah.
Itu masalahnya!
Normalnya, jika ingin bayi lahir sehat selamat, tergantung kondisi Ibu juga, jika ketuban sudah pecah, maka bayi selambat-lambatnya harus dilahirkan dalam waktu 8 jam.
Dalam waktu 8 jam itu, air ketuban bisa saja habis atau menjadi keruh dan membahayakan janin di dalamnya.
ya Allah.... bantulah hamba.....
waktu itu dokter mengatakan, "kita tunggu sampai besok pagi jam 6 ya, nanti tiap jam saya cek kontraksinya,detak jantung bayinya, pokoknya kita usahakan normal dulu".
huff... kata-kata dokter itu cukup melegakan...
lalu aku pun disuntik antibiotik malam itu sebelum aku dipindahkan ke kamar pasien
suntikan yang rasanya sungguh "Wow" untuk seorang penakut jarum suntik sepertiku haha....

malam itu kulalui dengan doa yang banyak agar kontraksi lancar dan pembukaan terjadi
sayangnya, cara-cara mempercepat pembukaan dan merangsang kontraksi yang ada di buku Gentle Birth tidak bisa dilakukan karena ketubanku sudah pecah...
aku coba goyang inul, ehh air ketuban makin ngucur..
jalan-jalan apalagi, forbidden... paling banter cuma bisa stimulasi puting.
Alhamdulillah kontraksi mulai datang...dan tiap jam memang jarak antar kontraksi makin dekat.
setengah jam sekali, seperempat jam sekali... tapi tidak terlalu menguat...
setiap kontraksi datang, air ketuban ikut keluar..serrr....
tapi tetap berfikir positif, semoga besok pagi pembukaan itu telah terjadi...