About Me

My photo
I'm just ordinary woman who really loves reading and writing :)

Thursday, April 2, 2015

Tentang Kelahiran Buah Hatiku 3

Dua jam aku berada di ruang "penenangan diri" itu, aku pun ditransfer ke kamar pasien.
Kamar itu meski ber-AC namun terasa panas, keringatku mengucur deras bagai orang mandi.
Jam-jam pertama aku lalui dengan tenang, tanpa rasa sakit pasca operasi, hanya merasakan kaku saja di tubuh bagian bawah, mungkin anestesinya belum hilang.
Melihat kondisiku baik-baik saja, Bapak dan Ibu pamit pulang, tinggallah aku berdua saja dengan suami.
Bayi kami sementara ditempatkan di ruang bayi sampai kondisiku stabil.
Tak lama, aku mulai merasakan kesemutan di kakiku, aku mulai bisa sedikit menggerak-gerakkan kakiku.
Ah, pengaruh biusnya mulai hilang perlahan... dan ternyata, mulai detik itu pula aku mulai merasakan nyeri-nyeri di jahitan sesarku.
Ah, bukan hanya nyeri luar tapi nyeri dalam juga, nyeri yang sulit digambarkan seperti apa, tapi mungkin seperti sakit sayatan, ya.. tentu saja!
Waktu itu jam menunjukkan pukul 2 siang, ya sekitar itu aku rasa...
dan aku belum tidur sejak kemarin siang, rasanya tubuhku begitu lelah dengan segala yang terjadi pada 24 jam terakhir... mata belum juga sempat memejam...
tiba-tiba saja, sakitnya menyerang bertubi-tubi meski datang dan menghilang...
saat sakit itu datang, mata ini serasa mau lepas saja karena saat menahan sakit tanpa sengaja aku melotot dan mengejan...
suami mendampingiku, duduk di sampingku, entah apa yang ia pikirkan dan rasakan..
aku yakin ia sama lelahnya denganku...
sakit itu kembali datang, datang, dan datang tanpa kompromi
seperti ada pedang tajam yang dikibaskan mengenai perutku.
Ahh... aku tak tahan lagi, sungguh, serasa hampir pingsan, atau mungkin aku akan mati?
mataku mulai berkunang-kunang dan kabur pandangannya..
setiap itu terjadi, aku meminta suamiku mengambilkan minum untuk kuteguk..
aku benar-benar takut kesadaranku hilang lalu aku tak bisa bangun lagi!
"Anakku.. anakku... aku sungguh ingin merawatmu dulu!aku ingin menyusuinya...!ya Alloh beri aku kesempatan!" begitulah yang aku teriakkan dalam hatiku.
Tak tahan beberapa kali serasa mau pingsan, aku meminta suamiku memanggil perawat... bagaimanapun, seharusnya ada perawat yang memeriksa keadaanku pasca operasi! tapi kenapa tidak ada?!
ya Alloh... beri kekuatan....

Tak lama berselang (meski bagiku begitu amat lama), perawat datang...
"ada apa, bu?" tanyanya.
Ah, mengapa enteng sekali ia bertanya, apa tidak semua pasien sesar mengalami yang kualami?
"saya merasa perut saya sakit sekali, bu. Sampai hampir pingsan rasanya". begitu jawabku.
Tanpa ba-bi-bu ia mendekat padaku dan menekan perutku dengan jarinya "nyot, nyot"
"Aaaaaarrrrrgggghhh!!!!!" seketika itu juga aku menjerit sekuatnya dibarengi air mata yang tetiba saja banjir keluar dari pelupuk mataku!
Ya Allah, sakit... sakit... sakit.... Aku menangis sejadinya padahal ketika menangis luka jahitanku terasa tertarik keras sehingga tangisku pun tersengal-sengal.
"Bu! saya bilang, perut saya sakit sampai saya mau pingsan!! mengapa malah ditekan? Ya Alloh... kejam sekali Ibu!" begitu teriakku.
Perawat itu sedikit kaget saat aku berteriak dan menangis, ia sedikit ketakutan juga mungkin..
Lalu ia berkata, " Iya bu, saya hanya memeriksa saj bagian mana yang sakit.."
Saya pun menimpali, "tentu saja bagian yang dioperasi yang sakit, sakit kenapa dipencet!"
Sungguh speechless saat itu, apalagi setelah mendengar apa yang perawat itu katakan setelahnya,
"Ah... obat penghilang nyerinya lupa belum disuntikkan ya bu.. sebentar ya".
Asaghfirullah... tega-teganya bu perawat mengatakan itu.... "lupa" seperti hal biasa dan ia sama sekali tidak minta maaf???!!

Setelah suntikan anti nyeri diberikan, aku perlahan bisa tertidur. Waktu aku terbangun, hari sudah gelap, bajuku basah kuyup oleh keringat, tetapi aku merasa agak kedinginan. Perutku pun terasa kembung. Seharian dalam posisi tiduran membuat tubuhku kaku dan pegal. Petang itu aku di 'seka' (basuh dengan air) oleh bidan yang berjaga. Bidan itu sungguh ramah dan baik, ia menyeka tubuhku dengan sangat hati-hati. Melepas pakaian adalah hal yang sulit untuk pasien operasi sesar, apalagi baru saja operasi. Untuk melepas pakaian aku harus bisa sedikit miring kanan dan kiri, lalu mengangkat pantat dalam keadaan tidur telentang. Itu pun pelan-pelan sekali, karena luka jahitan panjang di perut itulah yang membuat sulit bergerak. Ditambah lagi keseleo pinggang kiriku belum sembuh, ah..betapa sulitnya memiringkan badan ke kiri. Alhamdulillah, bu bidan itu betul-betul sabar menungguku beringsut sana-sini dengan sangat pelan. "Seka" pertamaku hari itu berjalan lancar dan aku pun merasa sedikit segar.

Malam itu aku tidur lagi, tiduur terus rasanya. Padahal belum makan, tetapi aku tidak merasa lapar. Pikiranku terbang pada bayiku yang di ruang sana. Katanya, ia tidur sendirian di ruang itu, bayi lain tidak tidur di sana karena ada yang kuning, sakit, dll sedangkan bayiku satu-satunya bayi yang sehat di RS WK ini. Alhamdulillah ia sehat, meski aku terpaksa mengizinkan bidan memberinya susu formula karena keadaanku yang tak memungkinkan baik untuk menyusui ataupun memerah ASI. Ya Alloh, ampuni hamba... maafkan ibumu ini, nak. Ingin sekali meminta rawat gabung, tapi aku beringsut saja kesulitan, bagaimana aku bisa mengurus bayiku kalau ia menangis?bidan dan perawat tidak mengizinkannya sampai kondisiku stabil atau paling tidak aku sudah bisa duduk. Perawat memintaku untuk belajar miring kanan dan kiri terlebih dahulu, hari besok aku harus sudah bisa belajar duduk sendiri. Sungguh PR yang berat.

Keadaanku malam itu tidak terlalu bagus, perawat pun mengambil sampel darahku untuk diuji hb nya. Aku tak bisa melihat bagaimana wajahku tapi orang-orang bilang wajahku pucat. Waktu itu tubuhku memang panas dari perut ke atas, tapi dari perut ke bawah (bagian yang dianestesi) dingin bagai es. Malam itu Ibu dan suamiku terus memijat kakiku untuk menghangatkan bagian bawah tubuhku. Aku pun terlelap...




No comments:

Post a Comment